Monday, October 13, 2025

Tentang Peran dan Keseimbangan

 

Menjalankan peran sebagai istri, ibu dan individu ada kalanya terasa berat dilakukan bersamaan. Kerapkali menjadi ibu yang keliru menetapkan prioritas. Terkadang menjadi individu yang kesulitan membagi waktu untuk diri sendiri. Pernah juga merasa menjadi istri yang tidak berdaya. Tapi, berjalannya waktu membuat saya benar-benar menyadari satu hal bahwa memiliki support system yang tangguh secara mental dan spiritual akan membuat semua baik-baik saja pada akhirnya.




Ehm... saya bukanlah kelompok orang tua yang gemar bicara atau memberi wejangan. Kalau ngomel, iyalah sering 😂 Sebab memang hampir seluruh waktu dan kegiatan anak-anak adalah bersama saya. Kami melakukan banyak hal bersama. Bukan karena ayahnya enggan berbagi peran. Tetapi, ada waktu-waktu dimana beberapa kegiatan anak-anak hanya bisa berjalan smooth dan sesuai target jika dipegang sendiri oleh saya ibunya.


Setiap Senin hingga Jumat, contohnya. Karena arah dan jam keberangkatan dengan ayahnya berbeda, saya sendiri yang mengantar si kakak ke sekolah. Sementara si adik bermain bersama ayahnya di rumah. Di sekolah, saya tidak langsung pulang. Menunggu sebentar sambil mengulang hafalan bersama, itu pun kalau mood-nya si kakak sedang asyik 😏 Terkadang dia hanya ingin ditemani bermain sebelum teman-temannya datang. Lalu ketika saya sampai kembali di rumah, si adik sudah dalam kondisi wangi alias sudah mandi 😁 dan sedang disuapi oleh ayahnya.


Meski pun bekerja dan hampir dua per tiga hari tidak bersama anak-anak, dia tetaplah seorang ayah dan pemimpin keluarga. Ada waktu-waktu tertentu yang ia jadikan rutinitas untuk bersama mereka. Spesial dihari Sabtu, contohnya. Dia yang akan mengantar dan menjemput si kakak dari sekolah.  Atau sepulang kerja, misalnya. Padahal seisi rumah juga tahu dia lelah. Tapi, jika waktu Magrib belum tiba, dia suka mengajak anak-anak motoran berkeliling sebentar. Apalagi Magrib dan Isya, dia selalu mengupayakan bisa quality time dan berjamaah di masjid bareng anak laki-lakinya. Terlihat biasa memang. Tapi, anak-anak tahu bahwa ayahnya tidak meluangkan melainkan selalu menyediakan raga, hati dan waktu untuk mereka. Spiritual keluarga juga perlu dipenuhi, bukan ? 


Jika sore hari anak-anak memilih bermain di luar rumah bersama teman-temannya, kami mengambil waktu untuk diri sendiri : saya menulis dan dia mengutak-atik kendaraannya. Dia juga suka memberi makan dan ngobrol dengan kucing yang sering nongkrong di depan rumah 😸 Sebuah kegiatan kecil versi kami untuk mendengarkan batin lebih banyak dan mencerna apa yang dibutuhkannya. Ketika waktu belajar si kakak tiba, kami semua duduk bersama. Walaupun saya punya peran lebih banyak mengajarinya perihal akademik, tapi di sisi lain, ayahnya juga menjadi contoh bahwa ia sebagai pemimpin keluarga dapat diandalkan diwaktu tertentu untuk menyelesaikan tugas rumah yang biasa dikerjakan ibunya.


Dan makan malam di rumah adalah waktu yang selalu kami tunggu. Kami terbiasa saling memberi ruang bagi satu sama lain untuk berbicara dan mendengarkan. Tentang pekerjaan rumah, tentang anak-anak seharian ini, tentang kegiatannya di tempat kerja, ghibah dikit 😁 Mengalir saja seperti biasanya. Tapi, lelah separuh menjauh dan energi baik perlahan terisi penuh.


Kami bukan orang tua yang manis dan tak terbiasa menghujani anak dengan kalimat-kalimat romantis. Hanya dua orang tua yang berusaha saling berperan dan mengisi peran untuk menemukan dan menyesuaikan keseimbangan ~