Sunday, October 26, 2025

Sebuah Instrumen Pendekatan

 

Pada banyak waktu, perempuan itu merasa, 'dekat' adalah sebentuk anugrah yang memudahkan banyak hal dalam hidup. Bagi dunianya, bisa memilih institusi pendidikan anak-anak yang bergaya hidup dekat dengan Al-Qur'an dan Sunnah, terlebih dekat dengan rumah adalah sebentuk nikmat yang selalu ada dalam syukurnya. Ditambah lagi memiliki tempat tinggal yang dekat dengan masjid. Di sisi hidup yang lain, menjalin kedekatan dengan kawan-kawan yang suportif, menjaga kedekatan dengan orang-orang yang tak diragukan lagi ketulusannya, memiliki anak-anak yang mengingat Kalamullah, serta hati yang selalu dekat dengan suami dan orang tua adalah sebuah jalan menuju tenang. Sebentuk nikmat yang akan sungguh-sungguh ia upayakan sepanjang usia.


Itu baru dekat dengan manusia. Kebayang, kan,  bagaimana tenangnya jika hati selalu dekat dengan Pemilik Semesta (?)



Begitu Banyak Kenangan Baik Di sini (Place : Masjid Al-Aqsho)


Memulai Perjalanan Baru Di sini (Place : Masjid Al-Amin)


Padahal, Allah selalu dekat. Tak pernah menjauh. Bahkan Dia ada dalam setiap helaan nafas. Dia beri instrumen pendekatannya agar tak hanya dekat tetapi juga menjadi nikmat. Tak hanya satu, namun banyak jalannya. Satu tantangannya, nikmat kedekatan itu hanya Dia beri bagi manusia yang bersungguh-sungguh menempuh jalan-jalan yang diridhoi-Nya.


Perempuan itu sadar betul ia tak memiliki banyak tabungan kebaikan. Ia hanya miliki jiwa yang tak ingin menyerah di tengah dunia yang penuh lelah. Hati yang memilih untuk terus bersama-Nya. Dan sungguh tak mudah. Namun, ia upayakan selalu akhir malam itu. Waktu-waktu dimana diri jauh dari bising dunia. Berdiri dan mengangkat takbir sedikit lebih lama. Terselip rasa-rasa tidak pantas, tetapi ia terus melafalkannya. Membaca... membaca… sambil mengingat arti dari apa-apa yang sedang ia lafalkan. Merasakan mata yang mulai berkaca-kaca dan mulut yang gemetar.


... Dan berdirilah untuk Allah (dalam sholatmu) dengan khusyuk (QS. Al-Baqarah 238)


Sebab teringat semuanya. Tentang banyak sekali hal yang sudah ia lalui, bersama nikmat yang sudah Dia beri. Duduk, diam, sendiri dan hanya ingin berlama-lama larut dalam doa. Meminta dipahamkan atas apa-apa yang tidak ia ketahui. Hingga tersadar bahwa yang Allah takdirkan untuknya semua adalah kebaikan. Lalu pecah tangisnya.


Allah tak pernah pergi dan membiarkannya sendiri. Allah izinkan ia melangkah sampai sejauh ini, bersama orang-orang yang ia sayangi dan menyayanginya, dengan begitu banyak kebaikan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.


Laa hawlaa wallaa kuwwatta illa billah ~