Meski matahari bersinar cukup terik, namun hari minggu kemarin adalah minggu yang paling saya nantikan. Pasalnya, dari sekian kali ajakan untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Manic Street Walkers, baru kemarin saya berkesempatan untuk hadir dan seru-seruan bareng mereka. Dimana Pasar Gembong - Pasar Pecindilan menjadi rute pendek pilihan kali ini. I'm super excited.
Sedikit saya perkenalkan tentang Manic Street Walkers. Manic Street Walkers bukanlah sebuah komunitas khusus, melainkan sekumpulan orang-orang yang mencintai kota dengan cara berbeda. Melakukan trip dengan berjalan kaki untuk mengenal sisi lain kota, menyentuh berbagai sisi kota yang tersembunyi, bertemu dengan orang-orang baru, yang mungkin tak mudah terjamah kalo tidak dilakukan dengan berjalan kaki.
Penggagas ide
Manic Street Walkers adalah Anitha Silvia atau kita biasa menyapanya Tinta. Bertemu dan ngobrol langsung dengannya pertama kali justru bukan pada kegiatan
Manic Street Walkers, melainkan saat
Kopdar Dua Ransel Januari lalu. Ia memprakarsai terbentuknya
Manic Street Walkers sebagai salah satu program kerja dari
C2O Library & Collabtive.
Dari antuasiasme teman-teman yang turut serta, ternyata tak sedikit yang mempunyai visi sejalan dengan Manic Street Walkers.
Gue tiba dilokasi yang ditentukan sebagai tempat berkumpul ; THR Surabaya, pukul sepuluh kurang lima menit. Belum ada tanda-tanda penampakan Tinta, orang yang satu-satunya gue kenal. Namun kebetulan saat itu di depan pintu masuk THR berdiri perempuan mungil cantik berbaju putih yang sedang asyik memainkan ponselnya dan terlihat sesekali tolah toleh seperti ada yang sedang ia tunggu. Pikir gue, ah... bisa jadi ia juga sedang menunggu orang yang sama, langsung saja dengan PEDE nya gue hampiri, gue ajak bersalaman, ia memperkenalkan dirinya bernama Ira, dan ternyata benar, kita berdua sedang menunggu orang yang sama :)
Selang beberapa menit kemudian Tinta datang bersama seorang teman yang diperkenalkannya bernama Esther. Esther merupakan Editor dari majalah Jalan-Jalan. Buat lo yang doyan kelayapan menjelajah berbagai tempat, selain National Geographic pasti tahu majalah ini donk.
Kemudian teman lainnya pun berdatangan. Ada Mas Ipung penggagas Surabaya Punya Cerita, Vivin, Deasy, dan Ody. Dilanjutkan dengan pengenalan singkat acara dari Tinta, dan disinilah perjalanan kita dimulai...
Melewati Taman Makam Pahlawan, dari THR Surabaya menuju Pasar Gembong berjarak sekitar satu kilometer. Bagi pecinta barang-barang vintage nggak ada salahnya mencoba berburu di pasar yang terletak di sepanjang Jalan Kapasan ini. Ada yang berdagang kipas angin, hair dryer, cap lampu, kaset, ponsel bercita rasa jaman bahula, kacamata, baju "sepuluh ribu tiga", jas kantoran, sepeda, barang-barang elektronik seperti alat musik, mesin tik, dan lain-lainnya. SURGA banget kalau jago nawar, apalagi harga yang dipatok miring fantastis. Tinta pun lalu menunjukkan dan menjelaskan mana-mana aja kios yang menjadi favorit kebanyakan orang berburu barang vintage. Yang paling buat mata saya jadi melek sempurna, saat kita melewati sebuah kios yang tujuh tahun belakangan ini saya cari-cari, kios yang menjual banyak sekali kamera vintage segala rupa. Berhubung memilih barang vintage buat saya nggak bisa sebentar dan memang nggak ada rencana belanja, lain waktu saya wajib kembali lagi kemari...
Berjalan terus kita akan bertemu dengan Gang Pecindilan, gang kecil sekaligus gang pintas menuju Pasar Pecindilan yang melewati rumah-rumah warga. Rumah warga yang hampir seluruhnya memberikan keramahan sekaligus menjadi tempat berjualan pemiliknya. Melewati gang ini, kita akan disuguhi secara langsung pemandangan unik para ibu yang dengan cekatan membuat bermacam-macam jajanan. Bernostalgia dengan jajanan masa kecil, rasanya seperti berjalan kembali ke masa lalu :)
Setelah menyusuri dan melewati setapak demi setapak rumah warga, kami sampai juga di Pasar Pecindilan. Sama seperti pasar tradisional pada umumnya, Pasar Pecindilan pun menjual bermacam-macam bahan pangan dan sembilan bahan pokok. Pasar ini juga banyak dikenal orang menjadi tempat favorite untuk berburu kaset atau CD lawas bekas.
Masih menjadi bagian dari Pasar Pecindilan, lalu kita bergerak ke bagian atas pasar melalui anak tangga
Dalam perjalanan balik, hujan turun tipis-tipis. Memaksa kita membuka payung dan sesekali mampir berteduh di kios-kios pasar sambil masih antusias melihat-lihat. Yang seharusnya melewati rute jalan berputar, terpaksa kita kembali melewati jalan awal.
Sambil berjalan kembali, Mas Ipung menceritakan banyak hal tentang sisi tersembunyi Surabaya yang belum pernah gue tahu. Ia menceritakan sejarah berdirinya Bandara Juanda. Semua cerita yang something new buat gue. Memang tak cukup hanya sekedar membaca dan mendengar cerita, butuh berjalan untuk tahu lebih banyak...
Terima Kasih, MSW. Sampai bertemu di perjalanan selanjutnya...