Tuesday, June 20, 2017

Menikah & Punya Anak Itu Bukan Kompetisi


Sepanjang hidup, kita akan selalu berhadapan dengan 'kompetisi'. Mulai dari hal yang umum seperti kompetisi dunia kerja dan kompetisi bisnis, sampai hal yang sifatnya personal seperti menikah dan punya anak. Ya, nyatanya saudara atau teman sebaya yang lebih dulu menikah dan punya anak dianggap lebih unggul dibanding yang belum :)




Agustus tahun ini, saya dan suami masuk ke usia pernikahan kedua. Pertanyaan "udah isi belum" makin sering saya terima dari teman sebaya atau keluarga yang mungkin sudah punya anak lima. Nyinyiran dari orang-orang yang memantau kehidupan saya dan suami dari kejauhan. Sindiran dari orang-orang yang memang "bersebrangan" dengan saya. Mereka tau apa, sih :)


Waktu awal nikah dulu ditanya hal yang sama, saya anggap itu sebagai yaaa basa basi untuk mencairkan suasana. Biasanya saya balik guyonin "isi apa nih ? isi coklat, isi keju, atau isi galon ? doakan ajaaa".


Makin kesini saya justru makin kebal ketika dapat pertanyaan yang sama. Meski terkadang beberapa pertanyaan sedikit menyudutkan saya, bikin baper, bikin bosan, dan akhirnya merembet kemana-mana. Sama ketika kita dapat pertanyaan "kapan lulus", "kapan kerja", "kapan nikah", laaaah tugas kita kan usaha, hasil akhir yaaa tergantung yang Maha Kuasa.


Yang bikin lucu, pertanyaan itu selalu ditujukan ke saya, bukan ke suami. Padahal berhasil nggak-nya kehamilan bukan ditentukan dari pihak perempuan aja, melainkan keduanya. Atau bisa jadi mereka cuma ingin memastikan kalau nggak ada masalah dengan kesehatan gue (?) Zzzzzzz.....


"Si itu kan tahun ini mau nikah, hati-hati loh ntar dia punya anak duluan lo di balap lagi..." 

"Jangan kelamaan nunda, nanti keburu tua malah susah hamil loh..."

"Gak usah takut, rejeki itu ada aja kok, ntah darimana datangnya..."

"Gue nikah 1 bulan langsung positif loh, coba deh lo nyantai & nggak usah stres..."

"Coba lo check ke dokter, jangan-jangan..........."


Terus terang di tahun pertama pernikahan dulu, punya anak belum jadi prioritas saya dan suami karena saya ingin suami fokus menyelesaikan Thesis-nya. Tapi bukan berarti menunda, loh. Setelah masa-masa itu lewat, kami berdua sudah mulai mempersiapkan diri. Lebih ke let it flow sih sebenarnya. Karena saya nggak ingin menjadikan hamil dan punya anak itu sebagai beban. 


Bukan berarti juga kami berdua nggak usaha sama sekali. Banyak proses yang kami lalui. Mulai dari persiapan kehamilan, stok makanan sehat, mengatur waktu dan intensitas, mengatur emosi dan pikiran, banyak bertanya sana sini, dan yang paling penting menyelipkan "anak" dalam setiap doa sebagai keinginan terbesar kami saat ini. Betapa semangat kami berdua menantinya. Pernah sempat telat beberapa hari, udah happy banget, eh nggak taunya belum :(


Saya jadi ingat cerita suami. Ada teman vespa-nya baru dikaruniai anak setelah masuk usia pernikahan ke 10 tahun. Pernikahan mereka bahagia-bahagia aja. Dan ketika anak pertamanya belum genap usia 1 tahun, si istri sudah positif hamil anak kedua. Laki-laki dan perempuan, lengkap dan bahagia sudah mereka.


Saya selalu ngebayangin gimana nanti harus survive melewati fase-fase kehamilan. Mual, muntah, ngidam, sensian, baperan, kontraksi, sampai melahirkan. Aaaaah, kebayang gimana terharunya saya saat  nanti berhasil melewati semua itu. Kebayang gimana senangnya mendengar suara paling merdu ketika pertama kali melihatnya dunia ini. Kebayang gimana bahagianya melihatnya tidur pulas digendongan saya. Kebayang gimana saya dan suami harus siap terjaga di setiap malam untuk memastikan ia baik-baik aja. Malah sempat membatin, bisa nggak yaaa saya menyayangi si dia melebihi sayangnya ayah ke saya (?) Pokoknya apapun akan saya lakukan untuk dia. Rasanya nggak mudah.


Well, Tuhan memang Maha Tahu, DIA selalu memberi tepat waktu. Harusnya nggak jadi masalah kalau kami butuh melewati banyak waktu untuk menanti kehadirannya. Mungkin sekarang kami berdua masih diberi kesempatan berjuang dan berusaha lebih gila. Positive thinking aja, tertunda apa yang kami minta bukan berarti nggak bahagia dan bukan berarti si dia nggak akan pernah hadir selamanya. Karena anak itu karunia dan semata-mata hanya Tuhan yang berhak memberinya.


The point is menikah itu tentang bagaimana bertahan melewati tantangan dan mencapai finish bersama dengan bahagia. Bukan tentang siapa yang menikah dan punya anak lebih dulu. Kita hanya harus "meyakinkan" Tuhan kalau kita mampu menjaga titipan-Nya. Semoga ketika kabar baik itu tiba, makin sempurna kebahagiaan kami dan orang-orang di sekitar kami karena kehadirannya.......




Wish Us Luck  :)




[Asy-Syura ayat 49] Milik Allah lah Kerajaan Langit dan Bumi ; DIA menciptakan apa yang DIA kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang DIA kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang DIA kehendaki