Saturday, October 18, 2025

Modesty Inside and Out


In the mid of 2003, I had a choice in the first place. I decided to wear hijab in the first year of high school. And being a part of minority was so challenging at that time. Until I had a moment of doubt. But, the interesting and coincidence part was my daily school uniform 'support' my personal decision to wear hijab, Masya Allah. I feel like the universe bless my decision.


At that moment, I just feel good and enough when dress in casual. I played it mostly safe with long-sleeve blouse and dark jeans because I just learned to fit in.




Year after year, I realized, dress nicely is more than just feel good and look good. It's about finding personal sense of comfort and dress respectably. 


It started when I'm studying currently in university nineteen years ago. Since the first-year students, I would love to get involved in Muslim Student Association in college and join an Islamic club, for some reason. Strengthen my faith, finding calm in the storm of busyness, and connecting with my new circle. A new friend. A gorgeous woman with a beautiful soul. She's a Hafidzah. Proactive in Islamic organization and Student Executive Board (BEM). Her student number were below to me, so we often be a teamwork in a practicum project on the first level. LPDP awardee, graduate with Ph.D in Scotland & now she's a lecturer in our university. Her horizontal and vertical relationship so impressive. She's inspire me in so many ways, Masya Allah. A woman who dress modesty with long hijab and enjoying simple dress everyday with longer garments from the first day I met her. She represent modesty inside and out. Hafidzahullah. Hay Zen, I miss you.


A Letter that She Wrote to Me


Over time, I began exploring a lot about my comfort. How dress should work for me, how I want to present myself and finally finding my comfort of style. Alhamdulillah. As the time goes by, I realized, my effort to beautify myself shouldn't be limited only about the dress I wear.


More than that, it's about beautify inside of me...


The way I'm thinking, the way I'm speaking, the way I give a reaction, the way I grow my relationship with Allah, how to be a good Muslim, how to increase the knowledge, how to maintain health, how to spread positive energy, how to contribute at society, how to stay down to earth. Self respect & spiritual awareness. Modesty inside and out.


It's a part of Faith ~


Dear Me, twenty two years and forever, I will always try to Fix you ~

Thursday, October 16, 2025

Nasi Liwet Sunda for Blessing (Again)

 

For me, food is more than just a meal. More than just a life survival. More than just filling a stomach. But, in my memory, they were about blessed and nostalgia. A great things to socialize with the loved and the respected ones. I think everyone would agree with this. So, by the reason, I have a special board about special food I've ever eaten on my Pinterest ❤

(Related Post : Happy Food)


Please Welcome "Nasi Liwet Sunda" a Full Vibes Home Meal


Not forgetting the sweet one


Personally, I love to celebrate live, love and happiest moments in life with food. Express relationship, family gathering, offer thanks, appreciation, small gift, personal achievement and sooo many. Especially my birthday and our wedding anniversary. Not a big celebration, yes. Because  for me it's just about thoughtful way for blessings ❤

(Related Post : My Previous Liwetan)


Like two weeks ago, my husband with three of his closest workmate got a special achievement. Of course, they deserve a celebration for the hard work. Instead of congratulation party, they're prefer to celebrate it with calm and blessing. So we ordered a full vibes home meal for them. A central element that connection. A little reward for achieving something they are wait, reflecting their level of closeness and recognize their workmate who give them full support. Alhamdulillah, everyone celebrate it happily. And those Nasi Liwet Sunda contribute to those feelings ❤


And nothing says blessings more than a good food and a sweet thank-you note, right (?) 


❤ A Sweet Thank-You Note ❤



Congratulations on Your Achievement, Love ~

Monday, October 13, 2025

Peran dan Keseimbangan

 

Menjalankan peran sebagai istri, ibu dan individu ada kalanya terasa berat dilakukan bersamaan. Kerapkali menjadi ibu yang keliru menetapkan prioritas. Terkadang menjadi individu yang kesulitan membagi waktu untuk diri sendiri. Pernah juga merasa menjadi pasangan yang tidak berdaya. Tapi, berjalannya waktu membuat saya benar-benar menyadari satu hal bahwa memiliki support system yang tangguh secara mental dan spiritual akan membuat semua baik-baik saja pada akhirnya.



Ehm... saya bukanlah kelompok orang tua yang gemar bicara atau memberi wejangan. Kalau ngomel, iyalah sering 😂 Sebab memang hampir seluruh waktu dan kegiatan anak-anak adalah bersama saya. Kami melakukan banyak hal bersama. Bukan karena ayahnya enggan berbagi peran. Tetapi, ada waktu-waktu dimana beberapa kegiatan anak-anak hanya bisa berjalan smooth dan sesuai target jika dipegang sendiri oleh saya ibunya.


Setiap Senin hingga Jumat, contohnya. Karena arah dan jam keberangkatan dengan ayahnya berbeda, saya sendiri yang mengantar si kakak ke sekolah. Sementara si adik bermain bersama ayahnya di rumah. Di sekolah, saya tidak langsung pulang. Menunggu sebentar sambil mengulang hafalan bersama, itu pun kalau mood-nya si kakak sedang asyik 😏 Terkadang dia hanya ingin ditemani bermain sebelum teman-temannya datang. Lalu ketika saya sampai kembali di rumah, si adik sudah dalam kondisi wangi alias sudah mandi 😁 dan sedang disuapi oleh ayahnya.


Meski pun bekerja dan hampir dua per tiga hari tidak bersama anak-anak, dia tetaplah seorang ayah dan pemimpin keluarga. Ada waktu-waktu tertentu yang ia jadikan rutinitas untuk bersama mereka. Spesial dihari Sabtu, contohnya. Dia yang akan mengantar dan menjemput si kakak dari sekolah.  Atau sepulang kerja, misalnya. Padahal seisi rumah juga tahu dia lelah. Tapi, jika waktu Magrib belum tiba, dia suka mengajak anak-anak motoran berkeliling sebentar. Apalagi Magrib dan Isya, dia selalu mengupayakan bisa quality time dan berjamaah di masjid bareng anak laki-lakinya. Terlihat biasa memang. Tapi, anak-anak tahu bahwa ayahnya tidak meluangkan melainkan selalu menyediakan raga, hati dan jiwa untuk mereka. Spiritual keluarga juga perlu dipenuhi, bukan ? 


Jika sore hari anak-anak memilih bermain di luar rumah bersama teman-temannya, kami mengambil waktu untuk diri sendiri : saya menulis dan dia mengutak-atik kendaraannya. Dia juga suka memberi makan dan ngobrol dengan kucing yang sering nongkrong di depan rumah 😸 Sebuah kegiatan kecil versi kami untuk mendengarkan batin lebih banyak dan mencerna apa yang dibutuhkannya.


Ketika waktu belajar si kakak tiba, kami semua duduk bersama. Walaupun saya punya peran lebih banyak mengajari si kakak perihal akademik, tapi di sisi lain, ayahnya juga menjadi contoh bahwa ia sebagai pemimpin keluarga dapat diandalkan diwaktu tertentu untuk menyelesaikan tugas domestik yang biasa dikerjakan ibunya.


Dan makan malam di rumah adalah waktu yang selalu kami tunggu. Kami terbiasa saling memberi ruang bagi satu sama lain untuk berbicara, mendengarkan dan menyamakan pandangan. Saling menjadi pengingat dan penyemangat jika salah satunya mulai lelah dan hilang arah. Lelah separuh menjauh dan energi baik perlahan terisi penuh.


Kami bukan orang tua yang manis dan tak terbiasa menghujani anak dengan kalimat-kalimat romantis. Hanya dua orang manusia yang berusaha saling berperan dan mengisi peran untuk menemukan dan menyesuaikan keseimbangan ~

Tuesday, September 23, 2025

Shining Bright in Our Own Timeline

 

Di dunia yang begitu luas ini, ayah dan ibu bertemu atas izin-Nya. Ibu yang tertarik mengamati dan memahami perilaku manusia lain, kala itu melihat bahwa ayahmu laki-laki yang hadirnya paling jelas namun tetap tenang dalam jarak.


Kami memilih berjalan bersama, bukan karena kami paham tentang dunia dengan segala isinya, melainkan karena kami yakin bahwa dunia memang tempat bagi manusia seperti kami untuk belajar. Meraba, menerka, mencoba, salah dan mengulang kembali. Terseok, tertatih, terbentur, terjatuh, berdiri lagi. Bersama banyak sekali pelajaran yang mendewasakan dan doa-doa yang tak akan pernah selesai. 







Nak, dunia yang asing bagimu ini, dahulu Dia ciptakan sebagai tempat yang baik. Terbuka, mengalir, berproses, yaaa... dunia bekerja dengan cara demikian. Sehingga kami perlu mengenalkannya kepadamu. Bukan karena kami lebih tahu, tetapi karena kami sudah lebih dulu diberi pilihan : ikuti yang Dia perintahkan dan jauhi yang Dia larang. Semua agar jalanmu lebih terang dan lapang. Jika saat dewasa nanti kamu melihat dunia ini kian sesak, ramai dan sibuk oleh manusia-manusia yang terus berlari menghidupi ambisi, menepilah sebentar. Kuat ya, sebab memang dunia yang baru kamu kenal ini adalah tempat ujian, bukan tujuan. 


Betul bahwa tenang dan lapang itu selalu ada. Sebab Dia yang memberinya. Namun, seberapapun kamu menginginkan tenang dan lapang itu selalu ada, ia tidak akan hadir selamanya. Ada kalanya, kamu akan merasa berjuang sendiri sebab di luar sana begitu banyak hal melelahkan hati. Barangkali, akan ada yang tidak menyukaimu dan itu tak mengapa. Kembalilah pada Allah, nak. Mintalah selalu pertolongan-Nya agar dimampukan melewati setiap cerita dengan sebaik-baiknya. Mintalah tenang dan lapang itu kembali. Tunggulah, Dia akan perbaiki keadaannya. Kelak kamu akan tahu bahwa semua kisah akan baik pada akhirnya. 


Tumbuhlah dengan baik, nak. Lebih baik dari kami, lebih tinggi dari kami. Jaga selalu nikmat iman dan sehat yang telah Dia beri. Tumbuhlah bahagia mendewasa bersama kami dan mereka yang juga menyayangimu. Tetaplah menjadi baik, pada dirimu sendiri dan pada manusia lain. Teruslah belajar menjadi sebaik-baik manusia dan hamba. Tetaplah bersinar terang namun meneduhkan sepanjang garis waktumu.


We love you, Faradiba & Farabiy ~

Saturday, April 5, 2025

Lebaran dengan Makna dan Rasa yang Berbeda

 

Merayakan lebaran sebagai orang dewasa yang juga sudah menjadi orang tua tentu memberi rasa dan makna bahagia yang berbeda. Orang-orangnya, hidangan lebarannya, mungkin masih sama. Tetap ada bakso, kupat sayur, tart dan kue-kue kering sejuta umat itu. Namun, yang menjadikannya berbeda adalah 


Orang tua kita yang kian menua






Uti dan Kakungnya Diba Dipo (tapi ini bukan warung soto di dekat rumah pak Jokowi, ya)

Kebetulan lebaran hari pertama tahun ini di Solo aja. Gilirannya rumah mertua, uti dan kakungnya Diba Dipo. Selepas sholat eid, kita langsung nge-gasss ke sana. Membawa sekotak ayam ingkung dan tongseng untuk sarapan bareng. Rupanya, ibu mertua juga udah nyiapin sate ayam. Eh, ujung-ujungnya tetap aja kita cari maem keluar 🤣 Biar berasa lebarannya gitu kalik, ya. Muterin jalanan dan berujung nyarap soto di dekat rumah pak Jokowi.


Lebaran hari kedua lanjut ke rumah ayah dan mama, mbahkung dan neneknya Diba Dipo. Membawa serta seabrek mainan bocil dan sepeda. Karena perjalanannya rada jauh, kita sempat mampir-mampir sebentar. Ya, apalagi kalau bukan jajan snack 😁 Sesampainya di rumah ayah, langsung disambut oleh aroma kuah bakso, uhuuuy ! Ujung-ujungnya kita keluar juga jajan gule dan sate kambing. Teteup 😁



Mbahkung dan Neneknya Diba Dipo


Namun, entah kenapa, kepulangan di lebaran kali ini, baik ke rumah ayah atau mertua, ada terselip perasaan yang berbeda. Campur-campur, tapi tetap penuh syukur.


Cake dari My Shaliha sister, mbak Amar


Ada perasaan tenang melihat orang tua dan mertua dalam keadaan sehat seutuhnya. Namun, semakin menyadarkanku pada sebuah realita. Seperti ada lubang yang tak lagi bisa menutup sempurna. Mereka, orang tua dan mertua, kian menua. Barangkali, tak lagi kuat sekuat dulu menggendong cucu-cucunya yang semakin bertumbuh besar. Barangkali, hanya bisa menonton cucu-cucunya berlarian kesana kemari. Namun, kasih sayang dan perhatiannya, selalu tumbuh dan tak kemana-mana. Barangkali, kebersamaan ini hanya tinggal sebentar. Tak ada yang tahu. 


Boleh kah aku meminta agar mereka tetap sehat dan berbahagia dengan cucu-cucunya untuk tahun-tahun ke depan ?


Berbincang dengan mereka saat lebaran begini, rasanya sudah memberi kami bahagia yang lebih. Sudah bukan obrolan pengin menghabiskan libur lebaran jalan-jalan kemana. Sudah bukan janjian pakai dresscode apa atau pengin kulineran kemana. Tak melulu ngobrolin hal-hal yang serius juga. Melainkan obrolan-obrolan mendalam penuh makna yang hanya bisa kami anak-anaknya pahami ketika bersedia memberi hati untuk lebih banyak memahami.


"Sholat tepat waktu"

"Tambahin amalan-amalan sunnahnya"

"Banyakin syukurnya"


Tak persis demikian, sih, tapi kira-kira seperti itu. Tak pernah bilang secara langsung ke kami tapi mereka adalah orang tua yang menunjukkan segala sesuatu dengan tindakan dan perilaku.


Semakin haru ketika tahu mereka mengisi masa-masa tua dengan kegiatan-kegiatan yang mereka sukai. Ayah yang selalu mengusahakan lima waktunya di masjid dan masih suka menonton pertandingan volley antar kampung. Bapak mertua yang masih kuat berangkat ke masjid diusianya yang kini delapan puluh tiga tahun. Ibu mertua yang masih terhubung dengan anak-anak muridnya. Dan mama yang suka ikut jadi sobat rewang di kampungnya. 


Barangkali, setelah lebaran lewat, hari-hari mereka kembali lengang dan terasa sepi. Di sisi kehidupan yang lain, kita anak-anaknya, semakin sibuk berjuang dengan dunia sendiri. Pesan singkat atau sambungan telepon dari anak cucu tak selalu bisa membuat ramai hati. Boleh kah ketenangan hidup tetap selalu membersamai mereka, ya Rabb ? 🤲🏻


Doanya masih sama. Semoga Allahu Rabbi menyempurnakan kebahagiaan di hari raya ini dengan meningkatkan level ketaatan, keimanan dan ketakwaan kita. Membuka jalan bakti dengan cara-cara yang DIA ridhoi.