Thursday, May 30, 2019

Membentuk Karakter Bukanlah Seperti Restoran Cepat Saji


Ada dua tipe manusia yang kurang aku sukai, yaitu orang-orang yang tidak mau menjaga kebersihan dan orang-orang yang menutup diri dari kebenaran. 


Orang-orang terdekatku paham, bahwa aku seorang CLEAN FREAK. Iya, persoalan sampah dan rendahnya kesadaran sebagian orang untuk menjaga kebersihan seringkali membuatku terganggu. Padahal, pesan-pesan moral kemanusiaan dan mandat untuk menjaga kebersihan juga menjadi bagian penting isi Al-qur'an. Sayangnya, masih ada orang-orang yang menganggap masalah kebersihan itu bukan bagian dari integral keimanan.









Di ruang tunggu bandara, misalnya. Beberapa kali aku duduk bersebelahan dengan orang yang enggan membuang sampahnya sendiri setelah nyemil atau minum hanya karena buru-buru masuk ruang tunggu. Meskipun bukan urusanku, aku langsung auto bete'. Walaupun ada petugas kebersihan, tapi itu kan sampahnya sendiri. Sesusah itu kah buang sampah di tempat yang semestinya ? Padahal, nggak sulit kok menemukan tempat sampah di ruang tunggu bandara. 


Jangankan ruang tunggu bandara yang jelas-jelas di luar rumah, aku pun sering menemukan orang-orang yang meskipun di rumahnya sendiri, terbiasa menumpuk sampah. Aku menyukai keteraturan, apalagi soal rumah. 


Membuang sampah sembarangan itu faktor KEBIASAAN yang tanpa sadar sering dilakukan. Kebiasaan yang dianggap sepele, tapi menunjukkan bagaimana KARAKTER kita yang sebenarnya. Padahal, sejak SD kita semua sering dicekoki dengan slogan "jangan buang sampah sembarang". Tapi realitanya, slogan itu kerap bertentangan dengan kehidupan kita sehari-hari. Kalo sudah begitu, ya moon maap, Bapak, Ibu, pembentukan karakter memang bukanlah seperti restoran cepat saji. Nggak bisa instan. Membentuk karakter itu butuh proses panjang dan peran serta orang-orang sekitar. Ketika karakter itu sudah terbentuk, biasanya akan sulit diubah. 


Begitu pula orang-orang yang menutup diri dari kebenaran. Intinya, ya, sama. Tapi, sekedar mengingatkan. Barangkali kita lupa. Bahwa kebenaran datang dari Yang Maha Kuasa. Bukan dari pikiran kita. Apalagi menilai kebenaran dan kebaikan seseorang hanya karena ia sudah lama tinggal di dunia. Sehingga kita seringkali abai terhadap perasaan orang-orang yang sebetulnya punya niat baik. Hanya demi menjaga perasaan orang-orang yang kita hormati, orang-orang yang kita anggap benar.


Well... Ketika kita sudah secara otomatis membuang kemasan bekas makanan dan minuman di tempat sampah sesaat sebelum boarding, ketika kita tanpa diperingatkan langsung membawa keluar sampah sisa makanan atau minuman setelah nonton bioskop, ketika kita nggak menyerobot antrean orang lain, ketika kita tidak abai terhadap perasaan orang-orang yang sebetulnya punya niat baik, ketika kita secara sadar melakukan hal-hal sepele yang dianggap nggak penting oleh sebagian orang. Tapi, tetap kita lakukan karena kita sadar itu tindakan yang benar, maka buatku itulah manusia yang berkarakter.


Btw... aku juga bukan orang yang auto benar, siiiih. Tapi, aku punya harapan besar, semoga kita nggak butuh proses yang panjang untuk menyadari. Sebab, sebaik-baiknya manusia yang berkarakter adalah mereka yang benar-benar sadar, memahami, menjalani, dan nggak menutup diri dari kebenaran ~