Wednesday, January 22, 2020

Keyakinan-keyakinan yang Tak Perlu Dikomersilkan


Beberapa waktu lalu, kami mengisi tangki bahan bakar mobil kami yang sudah mendekati 'garis' finish. Pada saat membayar sejumlah uang, entah kenapa mendadak saya agak memikirkan 'nilai' rupiah yang kami bayarkan. Uang seratus lima puluh ribu hanya menaikkan dua strip penunjuk BBM di speedometer ! Padahal beberapa tahun lalu, dengan jumlah uang yang sama, bisa digunakan untuk mengisi lebih dari itu.


Begitu cepatnya inflasi berjalan. Begitu banyak hal berubah, cepat atau lambat. Pelaku usaha makanan yang paling rentan menaikkan harga. Salah satu penjual di kedai makan langganan saya bahkan sempat berbisik : "Ayam gorengnya naik seribu, apa-apa serba naik". Cukup lega karena harganya masih masuk akal untuk para pekerja bangunan yang sering makan di kedai tersebut.


Sebab saya cukup yakin -makanan maupun bahan bakar- walaupun harganya selangit, tak akan pernah sepi, asal tetap menjanjikan 'kenikmatan' !






Tapi, yang ingin saya bagi disini adalah tentang 'nilai-nilai' yang saya yakini. Saat menulis.


Apakah tujuan saya berubah ? Oh jelas, dong !


Saya pernah aktif menulis untuk sebuah Klub Bahasa Inggris. Saya juga sempat menerima permintaan untuk mengedit dan menerjemahkan beberapa paper. Beberapa kali pula mengikuti diskusi buku, sharing dan ngobrol inspiratif dengan beberapa teman pejalan sekaligus penulis. Bangga ! Koneksi saya bertambah. Tapi, saya tak pernah menemukan kenyamanan. Introvert-ambivert detected :)


Kemudian blog ini saya buat ditahun 2009. Ia hadir karena saya ingin sekali memperpanjang ingatan saya akan hal-hal yang saya sukai. Alasan itu pula yang jadi semacam 'comeback' saya setelah patah hati. Memasuki fase serius sekitar tahun 2012, bertransformasi menjadi personal blog ditahun 2015, dan benar-benar menemukan hati saya disana. 


Lantas, berjalannya waktu, membuat 'nilai' dan 'pemahaman' saya tentang menulis berubah. Blog tak lagi sekedar ruang bagi saya untuk menuangkan isi pikiran, melainkan pula ruang untuk mencipta keindahan. Medium yang memungkinkan saya menyebar pengaruh baik agar bisa memberikan banyak hati saya kepada orang-orang yang membacanya. Nilai-nilai keindahan yang kerap saya terjemahkan ke dalam nilai rasa, kepuasan, dan pencapaian.


Perlu bertahun-tahun agar saya pulih. Perlu bertahun-tahun buat saya berlatih. Bekerja dalam diam untuk sesuatu yang tak terlihat, sebab ini menyangkut jiwa dan hati saya.


Pernah, suatu ketika, seorang teman menodong saya untuk mengajarinya menulis. Ia bahkan bersedia membayar. Alamaaak ! Siapalah awak, nih ? penulis bukan, menerbitkan buku belum, bisa-bisanya ia meminta saya mengajarinya. Tapi, ia memintanya begitu serius. Saya meminta waktu beberapa hari untuk putar otak bagaimana saya bisa 'kabur' darinya. Ternyata, ia benar-benar serius. Ia berhasil menemukan saya dimanapun.


Saat kami bertemu, beberapa kali, ia sempat bertanya :


"Disaat banyak orang mulai bergeser ke ranah industri komersial dengan membuat video blog, mengapa kamu tampak tetap nyaman menulis di blog pribadimu dan tak memilih ikutan nyebrang ?"


Saya tersenyum :)


"Ehm... menulis itu soal rasa. Ada nilai-nilai yang aku yakini. Ada keyakinan-keyakinan yang tak perlu aku komersialkan. Aku hanya ingin merdeka dalam berkarya. Bisa jadi, 40 tahun lagi, aku tak lagi bisa apa-apa kecuali membaca ulang tulisan-tulisanku, bersama cucu-cucuku..." 



Ia banyak bertanya, banyak bercerita, dan juga banyak mengamati. Sesungguhnya, dihari itu saya lah yang justru banyak belajar.


-----------------


Pembaca datang dengan bekal dan niatnya masing-masing. Serta pikiran dan perasaannya masing-masing. Mereka akan menikmati atau tidak menikmati tulisan saya dengan niatnya masing-masing. Dan saya tak perlu pusing ~


Saya menulis, sebab ia adalah mata, kepala, dan hati saya.


Saya menulis, sebab peluang bahagia saya tumbuh lebih besar karenanya.