Wednesday, November 24, 2021

Anak Kedua & Cerita di balik Kelahirannya


Siang itu, Rabu 3 Nopember 2021, diusia kandungan 39 minggu, tiba-tiba ‘brown discharge’ menetes keluar, padahal tidak ada rasa mulas sebelumnya. Aku juga masih berbenah rumah seperti biasanya.


Aku pun inisiatif menghubungi pak suami “Yank… siap-siap ya, ini udah keluar cairan yang warnanya cenderung coklat. Mungkin kalo nggak nanti malam yaaa besok pagi kita ke klinik…”. Suami pun mengiyakan.


(Baca juga ya : Akhirnyaaa, Kabar Bahagia itu Datang)






Selepas Magrib, kami pun meluncur ke klinik pribadi Dokter Murtiningsih, Klinik Utama Sri Murti Husada, tempat yang sama dimana Diba dilahirkan 3 tahun lalu.


Setelah bertemu & menjelaskan apa yang terjadi ke bidan jaga, ia langsung melakukan VT (Vaginal Toucher) alias periksa dalam. Ternyata belum ada pembukaan serviks sama sekaliii, sodara-sodara. Tapi, ada bercak darah yang dicurigai sebagai plasenta previa. Karena belum ada kontraksi & pembukaan, aku memilih pulang dengan banyak tanda tanya.


Kamis, 4 Nopember 2021. Brown discharge makin banyak. Karena cemas & penasaran, akhirnya kami inisiatif menyusul Dokter Murti ke tempat praktiknya di RSUI Kustati. Selesai pemeriksaan, beliau memaparkan kondisi medis terakhir yang aku alami. Bayi sebetulnya sudah siap dilahirkan. Hanya saja, rahim dengan varises sangat ‘malas’ untuk berkontraksi. Sehingga sampai usia kandungan 39 minggu pun aku tidak merasakan mulas. Dan ternyata benar saja, letak plasenta ku pun menutupi sebagian jalan lahir.


Dari penjelasan Bu Dokter, aku baru tau bahwa varises bisa muncul dimana saja. Bahkan bisa ditemukan di jalan lahir (vagina), di rahim (uterus) bahkan di dubur. Terlalu beresiko kalo memaksakan diri untuk persalinan normal. Resikonya adalah pendarahan yang banyak akibat robeknya varises saat mengejan.


Rekam medis juga menjelaskan bahwa rahimku cenderung rapuh. Jaringannya rentan mengalami kerusakan & mudah mengalami pendarahan kalo tersentuh. Kaget juga, karena selama hamil, nggak pernah sekalipun mual muntah. Konsumsi makanan sehat, minum vitamin yang diberi oleh Bu Dokter, minum susu & madu, rutin memeriksakan kehamilan. Aku pikir kehamilanku baik-baik aja. 


Bu Dokter menyerahkan sepenuhnya pilihan proses persalinan ke aku. Karena kondisi si bayi juga sudah lemah & tidak mungkin melakukan induksi. Demi kesehatan & keselamatan, aku & pak Suami akhirnya memutuskan proses persalinan secara caesar, seperti yang disarankan juga oleh beliau.


Beliau menjadwalkan tindakan hari itu juga pukul 4 sore, tapi aku minta waktu untuk mengantar Diba ke rumah Mbahkung-nya (IYAAA… dalam kondisi urgent begitu, aku melakukan perjalanan 4 jam bolak balik nganter Diba supaya memastikan Diba bisa di handle langsung oleh Mbahkung-nya)


Setelah balik lagi ke RSUI Kustati, aku langsung menuju IGD & menyerahkan Surat Rujukan yang diberikan oleh Dokter Murti. Aku langsung diarahkan ke dalam bilik untuk diinfus & pak Suami menuju bagian administrasi untuk pendaftaran. Lalu, aku dibawa ke ruang ‘transit’ & berpuasa mulai pukul 12 malam, sambil menunggu proses persalinan yang ternyata dijadwalkan esok paginya pukul 05.30. 


Jumat, 5 Nopember 2021, pukul 5 pagi. Bidan mengantarku ke ruang rawat inap untuk bersiap mandi (IYAAA DOOONK, mau persalinan yaaa mandi dulu biar seger & wangi, lol). Setelah itu, aku dibawa menuju ruang persalinan.


Di ruangan itu, aku benar-benar single fighter. Nggak ada suami atau kerabat yang menemani. Aku justru ‘dikeroyok’ oleh beberapa paramedis & dokter-dokter spesialis. Kemudian, tirai dibentang melintang di atas dada ku. Proses suntik bius pun dilakukan. Aku tetap sadar ketika proses SC berlangsung. Mataku masih segar banget. Hanya setengah badan ke bawah yang hilang rasa. Gerakkin jempol kaki aja nggak bisa. Tapi, selain bunyi hospital beeps, aku masih sedikit overheard obrolan Dokter Murti & partner-nya sepanjang operasi berlangsung. 


Berbeda dengan proses kelahiran Diba, persalinan kedua ini cukup lama, kurang lebih 2,5 jam. Aku juga mengalami muntah-muntah saat prosesnya berlangsung. Tapi, setelah mendengar tangisannya, aku LEGAAAAA :’)


Setelah tindakan SC selesai, aku dibawa ke sebuah ruang observasi untuk memantau kondisiku pasca persalinan. Di sana juga ada ‘tetangga’ alias pasien lain selain aku. Di ruangan itu, tekanan darah & suhu tubuhku terus dipantau. Lalu setelah kurang lebih 2 jam, aku dipindahkan ke ruang rawat inap. Dengan kata lain, bersiaplah merasakan berkurangnya efek bius yang perlahan tapi pasti !


Karena kadar Hb ku pasca operasi terjun payung dibanding sebelum operasi, maka transfusi darah harus dilakukan. Prosesnya nggak berjalan mulus. Darah macet diselang infus. Sampai harus lepas pasang jarum berkali-kali & itu bikin ngilu !


Untuk sementara waktu, aku juga belum boleh makan atau minum. Hampir 12 jam. Ngelaaaaakkk cyaaak, lol. Tapi, dalam waktu itu, secara bertahap & sedikit demi sedikit, aku mulai diberi minum air putih hangat, susu putih cair & makanan lunak semacam bubur gitu. Baru kemudian boleh makan nasi.


Si bayi pun langsung ditaruh di kamar bersamaku. Aku mulai latihan tidur miring kanan kiri sambil menyusui. Beuh, rasa (sakitnya) warbyasaaak ! Pelan-pelan latihan duduk & jalan. Yaaaa, itu semua aku lakukan dihari pertama :’)


Tiap beberapa jam, mbak perawat masuk ke ruanganku. Cek tekanan darah, cek infus dan sebagainya. Setiap masuk, aku selalu ditanya :

“udah latihan miring kiri kanan, mbak…?”

“udah bisa duduk…?”

“udah kentut belum…?”

Untuk pertanyaan yang ketiga, rasanya aku pengen banget jawab “mau bukti niiiihh mbaknyaaaah…” :)))


Btw… sangking nggak kuatnya dengan rasa ngilu di tangan, aku memaksa mbak perawat untuk melepas infus sekaligus kateter meskipun belum waktunya. Entah bagaimana pertimbangannya, Dokter Murti mengizinkan. Akhirnya, aku bisa bebas berjalan. Thank youuuu, Bu Dok :’)


Long story short, setelah 3 hari di rumah sakit. Minggu, 7 Nopember 2021, aku diperbolehkan pulang.


Terima kasih banyak Bu Dokter Murtiningsih, Sp.OG beserta team & paramedis yang membantu proses kelahiran adiknya Diba. Bu Dokter yang selalu sabar & tenang menghadapi pasien bandel sepertiku. One of the best Obgyn Doctor i’ve ever met so far. Semoga Allah SWT selalu menganugerahi beliau kesehatan yang prima. 


Welcome Home, Farabiy E.A ~