Monday, December 25, 2017

Miniso Haul


Kalian pernah juga nggak sih kayak saya, yang excited dan happy banget waktu nemu barang-barang unik, lucu, dan harganya terjangkau ? Naaahhh... kalau iya, kabar baik nih buat kalian.


Kalian bisa datang dan belanja di store lucu yang satu ini. Sesuai dengan slogannya "high quality and affordable price", store ini berasa surga untuk para perempuan. Barang-barangnya cukup lengkap dan hampir semua barang yang dipamerkan kita butuhkan dalam keseharian. Beauty items, kitchen ware, dining, stationary, household essentials, bathroom essentials, accessories, travel pillow, cute hat and bag. They literally have everything I need. Meski banyak juga barang-barang pemanis yang sebenarnya nggak terlalu kita butuhkan :)




Sunday, September 24, 2017

Mental 'Cash Payment' Garis Keras


Nggak hanya perempuan, ternyata para pria juga memiliki 'the essential must-have list' idaman mereka, lho. Entah itu mobil, motor klasik, smartphone, sneakers, postman bag, leather jacket, macbook, DSLR, jam tangan, atau barang-barang yang ada hubungannya dengan hobi untuk memenuhi gaya hidup atau hadiah bagi diri. 






Btw... obsesi manusia terhadap suatu barang tertentu memang kadang cenderung nggak masuk akal. Bisa kepikiran terus sampai barang yang diinginkan itu benar-benar dimiliki. Sebenarnya nggak ada yang salah dengan semua itu, sebab ada orang-orang yang ingin memiliki barang-barang tersebut memang sebagai sebuah simbol 'pengakuan'. Dan godaan terbesarnya adalah diskon dan promo cicilan.


I tell you, it's just another classic trap guys...

Wednesday, September 13, 2017

Skala Prioritas


Aku dan adik-adik dibesarkan dalam kultur keluarga yang selalu punya skala prioritas, sehingga barang-barang apapun yang kami beli pastilah sesuatu yang benar-benar berguna dan kami butuhkan.


Ayah termasuk tipe orang yang cukup royal. Tapi nggak berarti semua yang kami minta akan langsung dipenuhi. Salah satunya soal kebutuhan transportasi. Jaman kuliah dulu, ketika teman-teman yang lain berangkat ngampus dengan motor atau mobil, aku masih setia berjalan kaki. Padahal, jarak antara kampus dengan tempat tinggalku mayan jauh. Nggak masalah sebenernya, hitung-hitung olahraga :))








Setelah menikah, skala prioritas ku pun berubah. Kalo dulu bisa ngabisin 2 juta rupiah untuk belanja buku dalam sebulan, sekarang nggak bisa begitu. Agar semua kebutuhan primer ku, suami, dan seisi rumah bisa ter-cover dengan baik, aku harus mengesampingkan ego untuk belanja barang yang nggak ada urgensinya. Kalo kebutuhan primer sudah terpenuhi, baru aku akan beranjak belanja kebutuhan sekunder dan tersier. 


Ketika dulu smartphone masih menjadi bagian dari kebutuhan sekunder, buatku smartphone udah masuk dalam kategori kebutuhan primer. Hampir seluruh aktivitas ku terbantu dengan adanya smartphone. Berkabar dengan orang tua, silaturahmi dengan teman, sampai njawab e-mail di luar rumah menjadi mudah karena smartphone. Jadi, waktu hap mendadak rusak, aku merasa butuh buru-buru menggantinya dengan yang baru. 


Bersyukur... aku dan suami bukan pemuja barang mewah. Tapi, kami menyukai barang-barang berkualitas. Sehingga pilihan kami akan jatuh pada barang-barang yang harganya seimbang dengan fungsi dan kualitasnya. Selama barang itu bisa menunjang dan mempermudah aktivitas kami, juga akan digunakan dalam jangka panjang, nggak masalah kalo harus mengeluarkan budget lebih banyak untuk itu. 


Begitu juga memilih mobil. Buatku, mobil masuk dalam kategori long-term vehicle. Nggak mungkin setahun sekali ganti mobil, kan. Kecuali uang di rekening nganggur terus, hahaha. Kebetulan aku dan suami sering menggunakan mobil untuk perjalanan luar kota, jadi kami butuh mobil yang nyaman. Nggak perlu mewah, yang penting baik secara performa. Sehingga butuh banyak pertimbangan dan harus selektif memilih.


(Related Post : Point Penting Yang Wajib Diperhatikan Saat Membeli Mobil )


Sama halnya dengan penampilan. Baju dan sepatu yang nyaman itu penting. Nggak harus mengikuti tren mode, sesuai karakter aja. Meski kadang untuk mendapat kenyamanan dan kualitas yang sepadan, ada harga lebih yang harus dibayar.

Friday, September 1, 2017

Berkenalan dengan Makanan Organik


Beberapa tahun terakhir, tren gaya hidup sehat semakin marak diterapkan oleh teman-teman yang tinggal di kota besar. Banyak dari mereka yang awalnya mengonsumsi makanan konvensional, beralih mengonsumsi makanan organik yang konon diklaim sebagai pola makan terbaik untuk hidup sehat. Terutama buah dan sayur organik.


Maraknya pola hidup sehat ini juga menjadi celah tersendiri bagi para pengusaha untuk menjalankan catering atau membuka restoran yang menyediakan beragam makanan sehat. Sekarang kita nggak terlalu sulit untuk menemukannya.







Selain suasananya yang hommy dan verdant green banget, Hotel Rumput juga mewujudkan konsep eco friendly dengan menyuguhkan beragam menu sehat serba organik. Awalnya, aku pikir makanan organik itu pasti minim rasa, porsinya dikit, dan high cost. Ternyata nggak. Mereka berhasil menyulap sayur dan buah dengan cara yang lebih beragam. Sehingga para tamu yang belum mengadopsi tren gaya hidup organik dan nggak terlalu suka mengonsumsi sayur sepertiku, tetap bisa dapat manfaat sayur dengan rasa yang nikmat.






Di antara beberapa pilihan menu, aku fokus pada menu yang direbus atau dikukus. Aku melirik sushi roll nasi merah dan roti gandum selai nanas. Alih-alih beras putih, mereka menyediakan sushi yang terbuat dari beras merah, yang kita tau punya lebih banyak serat dibanding beras putih, sehingga nggak perlu khawatir gula darah melonjak. Kalo roti gandum nya, cocok banget laaa yaaa buat sarapan :)








Setelah menu utama, saatnya menu penutup. Kami memilih menu pudding sugar free dan buah-buahan. Segeeeeer ~





Selain itu juga ada sandwhich dan sup jamur yang disajikan dengan pilihan nasi putih atau nasi merah. Olahan tempenya disajikan dengan tampilan yang bikin laper.


Tertarik untuk nyoba ? Yuk :)

Sunday, August 6, 2017

Personal Branding di Media Sosial


Reuni memang lazimnya diisi dengan berbagai acara. Momen yang baik untuk silaturahmi, berbagi inspirasi, bertukar informasi, makan bersama, hingga acara sharing terbuka.


Dari cerita mas suami, ada satu yang menarik perhatian saya. Professor Suyitno memberi materi tentang personal branding saat menjadi keynote speaker pada acara temu alumni tersebut :)






Kalo mendengar kata media sosial, pasti yang langsung terlintas dalam benak anak kekinian adalah Facebook, Twitter, Instagram, Line, Whatsapp, Path, dan sejenisnya. Sebagai media komunikasi, media sosial memberi banyak sekali kemudahan. Kita dapat berbagi atau menerima informasi dengan cepat dari interaksi kita dengan pengguna media sosial lainnya. Konten yang disajikan pun beragam, mulai dari book review, passion and lifestyle, life lessons, dan lainnya.


Apalagi di era konvergensi media saat ini, begitu mudah dan cepatnya kita mengakses media sosial. Orang lain juga dengan mudah memberi penilaian tentang kita dari dokumentasi aktivitas apapun yang kita tampilkan. Mereka bebas beropini selaras dengan apa yang mereka pikirkan. Ya ! kita tau betul bagaimana media sosial memberi kita ruang untuk bebas berekspresi.


Melalui media sosial yang kita punya, apapun yang kita obrolkan dan diskusikan berulang-ulang, lama kelamaan akan membentuk citra diri kita, cermin pribadi kita. Dari album foto, dari aktivitas kita bersama rekan dan keluarga, atau dari kreatifitas kita menyebar kata. Kita pun bebas membentuk impression yang ingin ditampilkan dan menggiring opini publik tentang diri kita. 


Ternyata semakin banyak juga Perusahaan Multinasional menggunakan media sosial untuk menyeleksi para job applicants yang akan bekerja untuk perusahaan mereka. Para staf rekruitmen ini memantau aktivitas dan fitur-fitur di media sosial kita untuk mengetahui bagaimana cara kita mengendalikan media sosial dan konten-konten apa yang kita minati. Apakah cocok atau nggak untuk mengisi posisi tertentu yang mereka butuhkan.


Misal, nih. Ketika ingin bergabung dalam team dari Field Services Technician pada sebuah perusahaan perminyakan. Selain diutamakan graduate dari Jurusan Teknik Perminyakan, pekerjaan ini tentu membutuhkan mereka yang terbiasa melakukan aktivitas-aktivitas outdoor seperti mountain climbing, sebab pekerjaan ini menuntut para pekerjanya untuk selalu stamina secara fisik. Maka, tiap hari mengunggah foto selfie beserta caption galau bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan :)


Lalu se-krusial itukah membangun personal brand ??? Buat saya membangun personal brand itu sangat penting. Kita ingin dikenal sebagai orang yang seperti apa. Kalo ingin dikenal sebagai penulis, juru foto, pengajar, atau pehobi olahraga, misalnya. Kurang tepat ya rasanya kalo yang tiap hari kita unggah dan obrolin di media sosial justru nggak jauh-jauh dari makeup, skin care, atau mode pakaian kekinian.


Maka, yang saya lakukan adalah membuat personal website sebagai ruang berdialog dan berproses dengan diri, berbagi apa pun yang saya suka. Sesekali keluar dari konten bolehlah. Kebetulan saya doyan makan, hahahaa. Jadi, lebih baik cari cara bagaimana kita ingin dikenal oleh publik dengan citra diri yang benar-benar melekat.


Nge-blog ? Yooook ~